Surat cinta untuk cinta pertama

by 10.33 0 komentar
Menulis. Rasanya sudah lama sekali saya mengambil “cuti” menulis. Tidak sepenuhnya benar, sih. Hanya saja hampir tiga bulan ini yang saya tulis berputar-putar pada laporan praktikum, laporan kerja praktek, proposal, dan segala macam tulisan yang pastinya membosankan. Saya juga sudah mulai kehilangan rasa menggebu-gebu yang biasanya saya rasakan ketika membaca sebuah cerita atau sekedar kumpulan dongeng anak-anak yang biasanya bertebaran di dunia maya. Sebuah hal yang sangat aneh, bahkan saya tidak pernah sampai berpikir bahwa saya akan mengalami rasa bosan pada rentetan kata.

Saya mulai berpikir, benarkah saya akan merasa jenuh dengan sesuatu yang sebelumnya sangat saya cintai? Saya was was. Ya, walaupun rasa menggebu sudah sedikit menghilang dari dalam diri saya ketika membaca sebuah kisah, tetap saja, saya waswas. Jauh di hati saya yang terdalam, saya masih sangat ingin memiliki “hobi” tersebut. Hobi yang selalu berhasil membuat saya melepas segala beban ketika saya dikejar berbagai macam deadline, entah deadline laporan, deadline proposal, deadline essay dan lain sebagainya. Hobi yang tadinya selalu saya berikan waktu bahkan disaat-saat ujian. Hobi yang mengajak imaji berkelana kemanapun itu, melahap setiap kata demi kata, masuk kedalam cerita, dan bahkan merasakan menjadi seorang tokoh dalam sebuah bacaan yang saya baca. Lebay? Bukan, ini bukan lebay. Membaca memang akan selalu memberikan sensasi tersendiri jika kau menikmatinya.

Jenuhkah? Saya kembali berpikir. Jenuh? Ah, tidak mungkin. Jenuh? Ah.. mungkin lebih tepatnya bukan jenuh, hanya saja saya yang terlalu angkuh untuk mencoba meraih buku-buku lama saya yang mulai berdebu. Atau saya yang terlalu sombong untuk membuka laptop saya, sekedar melanjutkan sekata dari cerita-cerita yang belum sempat saya selesaikan. Ya, akhirnya saya berakhir pada kesimpulan bahwa sayalah yang terlalu angkuh dan sombong kepada teman lama yang dulunya selalu ada di dalam hidup saya. Saya terlalu gengsi untuk kembali meluangkan waktu bermain dengan rentetan kata, saya pikir saya telah menjadi orang yang “keren” dengan setumpuk kesibukan baru di kampus ataupun di dalam organisasi. Saya yang menjauhi teman lama saya, bukan ia yang mulai menjadi membosankan. Nyatanya, tumpukan buku-buku masih setia menunggu saya untuk sekedar membaca prolognya lagi, dan nyatanya draft-draft cerita masih tersimpan rapi di laptop saya, di folder yang belakangan ini selalu dikalahkan dengan folder sebelahnya, folder ‘kuliah’ dan folder ‘laporan’.



Setelah berada pada titik kesadaran lagi, tiba-tiba saja saya rindu. Saya rindu sekali bermain dengan kawan lama saya. Dan akhirnya saya kembali. Perlahan. Mulai membaca-baca lagi cerita-cerita lama. Mulai menuliskan lagi kata demi kata untuk cerita yang belum terselesaikan. Voila! Puncak kerinduan pun terjadi. Saya kembali seperti orang jatuh cinta. Saya kembali menikmati kebersamaan-kebersamaan yang sempat tersisih. Membaca dan menulis, ternyata memang akan selalu menjadi cinta pertama saya. Cinta pertama yang mulai tumbuh ketika Ayah dan Ibu membelikan poster alfabetikal warna-warni di umur saya yang ke tiga tahun, yang berlanjut ketika Ayah memutuskan untuk berlangganan majalah Bobo di umur saya yang ke empat tahun sampai sekarang. Mungkin, karena terlalu lama bersama, ia sempat terlupa, sempat menjadi bagian yang dianggap tak penting. Tapi ia ibarat rumah, kemana pun saya pergi, nyatanya saya akan kembali padanya lagi. Cinta pertama, kepada sebuah barisan kata. Cinta romantis yang tak akan pernah terkalahkan oleh apapun juga. Bahkan Nabi Muhammad pun diajarkan oleh malaikat untuk “jatuh cinta” pada sebuah bacaan pertama kali beliau mendapat wahyu. “Iqra” yang berarti “bacalah”, perintah yang turun dari malaikat Jibril, perintah Allah yang pertama kali disampaikan kepada sang Nabi. Lalu bagaimana mungkin saya dengan begitu angkuhnya merasa membaca dan menulis adalah sebuah hal yang tidak penting? Ah, saya angkuh memang.

Tapi, untungnya sekarang saya telah kembali menemukan cinta pertama saya. Bahkan rasanya lebih cinta dari sebelumnya, hehe. Saya masih ingin terus belajar banyak hal dari membaca dan membaca. Bukan hanya belajar sesuatu yang dipelajari di bangku kuliah. Semoga saya tetap memiliki cinta pertama saya sampai kelak Tuhan memanggil saya.

Jadi, jika kamu merasa jenuh atau kesepian, merasa tidak memiliki kawan untuk diajak bercerita, cobalah bercermin. Temanmu yang menjauh, atau kau yang menjauh dengan angkuh. Karena tak ada teman yang mau berteman dengan orang angkuh.

Sekarang saya juga masih memperbaiki keangkuhan-keangkuhan saya selama ini. Saya rindu kawan-kawan saya.

Kepada semua bacaan di dunia ini, rumahku, aku rindu.


KepadaMu, cinta pertamaku, yang telah mengijinkan aku untuk mencintai aksara, aku teramat sangat rindu.

Oriza utami

Love it. Live it

Freelance Writer

0 komentar:

Posting Komentar