Sia-sia

by 18.47 0 komentar
Hari ini aku akan menulis. Menulis. Menulis..
Salah, maksudku, Mengetik.
Mengetik cerita tentang sebuah perjuangan yang tersia-siakan oleh yang diperjuangkan.
Aku? Bukan, ini bukan bercerita tentangku. Ini tentang mereka, pejuang veteran yang terlupakan.
Hari kemarin, tepat 11 November 2013. Kau pasti tahu sehari sebelum itu hari apa.
Hari Pahlawan.
Tapi, apa kau tahu, tepat hari itu, aku justru melihat sendiri betapa perjuangan para pahlawan dulu sangat tak dihargai sekarang. Peringatan hanya dilakukan sebaga formalitas. Upacara, lomba, hormat bendera, mengheningkan cipta. Adakah orang-orang berjas mahal yang mengikuti upacara itu mengingat pejuang-pejuang veteran yang masih sangat tak layak kehidupannya?
Oke. Lebih baik langsung ku mulai saja ceritanya.
Hari itu, aku sedang menjemput ibuku yang bekerja di rumah sakit. Siang hari. Sampai disana, kantor ibuku yang terletak persis di samping UGD (ibuku bekerja sebagai apoteker), aku melihat seorang tua renta yang berjalan mendekati apotek dari arah luar. Kakinya terluka, mangar-mangar, pelan-pelan ia berjalan.
Sampai di depan apotek, ia perlahan menuju loket, kebetulan saat itu yang melayani ibuku.
"Bu,  kula badhe priksa,(Bu,saya mau priksa)" ucapnya.
"Teng riki sanes ngge priksa,Pak. Bapak teng UGD mawon (Disini bukan tempat buat periksa,Pak. Bapak ke UGD saja)," Jawab ibuku
"Kula badhe njaluk betadine mawon,Bu. Niki kula badhe priksa teng Kodim, niki kula mbekto kartune. Kula veteran,Bu. Saestu kula mboten ngapusi,(Saya hanya ingin betadine untuk mengobati luka. Nanti saya mau periksa di Kodim. Saya veteran,Bu. Sungguh, saya tidak menipu"
"Bapak saking pundi (Bapak dari mana)?"
"Kula saking Bumijawa (Jika dari RS tempat ibuku bekerja jaraknya sekitar 35km) bu, numpak bus tapi diudunaken teng perempatan soale kula mbekto arta 5000 tok,kula mlaku saking perempatan niki bu, (Saya dari Bumijawa, tadi saya naik bus tapi saya diturunkan di perempatan jalan, soalnya saya hanya membawa uang 5000, saya jalan dari perempatan tadi,Bu)" bapak itu berbicara kepada ibuku sambil menunjukkan kartu anggota veteran miliknya.
 Mendengar itu semua, ibuku dan beberapa temannya akihirnya patungan dan memberikan sedikit uang kepada beliau. Lalu salah satu teman ibuku menunjukkan jalan ke UGD agar beliau bisa di obati lukanya.
Beberapa saat setelah di UGD, telepon di apotek berdering. Setelah diangkat, ternyata salah satu petugas UGD marah-marah, ia berkata mengapa teman ibuku menyuruh Bapak itu ke UGD.

Luar biasa, bukan? Pejuang. Di sia-siakan.

Sekedar informasi, bapak itu dengan bangganya masih menggunakan seragamnya dulu saat ia masih menjadi pejuang, padahal hidupnya, sangat jauh dari layak. Gaji veterannya, hanya Rp 200.000 per bulan. Itu pun tak setiap bulan dibayarkan. 200 ribu? Bahkan untuk membeli makan saja sangat tak cukup.
Tapi ia masih bangga. Masih bangga pernah berjuang untuk Indonesia. Ia masih terlihat bangga saat mengatakan "saya veteran".

Tidakkah kita merasa malu?

Oriza utami

Love it. Live it

Freelance Writer

0 komentar:

Posting Komentar