Saya
mulai berpikir, benarkah saya akan merasa jenuh dengan sesuatu yang sebelumnya
sangat saya cintai? Saya was was. Ya, walaupun rasa menggebu sudah sedikit
menghilang dari dalam diri saya ketika membaca sebuah kisah, tetap saja, saya
waswas. Jauh di hati saya yang terdalam, saya masih sangat ingin memiliki “hobi”
tersebut. Hobi yang selalu berhasil membuat saya melepas segala beban ketika
saya dikejar berbagai macam deadline, entah deadline laporan, deadline
proposal, deadline essay dan lain sebagainya. Hobi yang tadinya selalu saya berikan
waktu bahkan disaat-saat ujian. Hobi yang mengajak imaji berkelana kemanapun
itu, melahap setiap kata demi kata, masuk kedalam cerita, dan bahkan merasakan
menjadi seorang tokoh dalam sebuah bacaan yang saya baca. Lebay? Bukan, ini
bukan lebay. Membaca memang akan selalu memberikan sensasi tersendiri jika kau
menikmatinya.
Jenuhkah?
Saya kembali berpikir. Jenuh? Ah, tidak mungkin. Jenuh? Ah.. mungkin lebih
tepatnya bukan jenuh, hanya saja saya yang terlalu angkuh untuk mencoba meraih
buku-buku lama saya yang mulai berdebu. Atau saya yang terlalu sombong untuk
membuka laptop saya, sekedar melanjutkan sekata dari cerita-cerita yang belum
sempat saya selesaikan. Ya, akhirnya saya berakhir pada kesimpulan bahwa
sayalah yang terlalu angkuh dan sombong kepada teman lama yang dulunya selalu
ada di dalam hidup saya. Saya terlalu gengsi untuk kembali meluangkan waktu
bermain dengan rentetan kata, saya pikir saya telah menjadi orang yang “keren”
dengan setumpuk kesibukan baru di kampus ataupun di dalam organisasi. Saya yang
menjauhi teman lama saya, bukan ia yang mulai menjadi membosankan. Nyatanya,
tumpukan buku-buku masih setia menunggu saya untuk sekedar membaca prolognya
lagi, dan nyatanya draft-draft cerita masih tersimpan rapi di laptop saya, di
folder yang belakangan ini selalu dikalahkan dengan folder sebelahnya, folder ‘kuliah’
dan folder ‘laporan’.
Setelah
berada pada titik kesadaran lagi, tiba-tiba saja saya rindu. Saya rindu sekali
bermain dengan kawan lama saya. Dan akhirnya saya kembali. Perlahan. Mulai
membaca-baca lagi cerita-cerita lama. Mulai menuliskan lagi kata demi kata
untuk cerita yang belum terselesaikan. Voila! Puncak kerinduan pun terjadi.
Saya kembali seperti orang jatuh cinta. Saya kembali menikmati
kebersamaan-kebersamaan yang sempat tersisih. Membaca dan menulis, ternyata
memang akan selalu menjadi cinta pertama saya. Cinta pertama yang mulai tumbuh
ketika Ayah dan Ibu membelikan poster alfabetikal warna-warni di umur saya yang
ke tiga tahun, yang berlanjut ketika Ayah memutuskan untuk berlangganan majalah
Bobo di umur saya yang ke empat tahun sampai sekarang. Mungkin, karena terlalu
lama bersama, ia sempat terlupa, sempat menjadi bagian yang dianggap tak
penting. Tapi ia ibarat rumah, kemana pun saya pergi, nyatanya saya akan
kembali padanya lagi. Cinta pertama, kepada sebuah barisan kata. Cinta romantis
yang tak akan pernah terkalahkan oleh apapun juga. Bahkan Nabi Muhammad pun
diajarkan oleh malaikat untuk “jatuh cinta” pada sebuah bacaan pertama kali
beliau mendapat wahyu. “Iqra” yang berarti “bacalah”, perintah yang turun dari
malaikat Jibril, perintah Allah yang pertama kali disampaikan kepada sang Nabi.
Lalu bagaimana mungkin saya dengan begitu angkuhnya merasa membaca dan menulis
adalah sebuah hal yang tidak penting? Ah, saya angkuh memang.
Tapi,
untungnya sekarang saya telah kembali menemukan cinta pertama saya. Bahkan rasanya
lebih cinta dari sebelumnya, hehe. Saya masih ingin terus belajar banyak hal
dari membaca dan membaca. Bukan hanya belajar sesuatu yang dipelajari di bangku
kuliah. Semoga saya tetap memiliki cinta pertama saya sampai kelak Tuhan
memanggil saya.
Jadi,
jika kamu merasa jenuh atau kesepian, merasa tidak memiliki kawan untuk diajak
bercerita, cobalah bercermin. Temanmu yang menjauh, atau kau yang menjauh
dengan angkuh. Karena tak ada teman yang mau berteman dengan orang angkuh.
Sekarang
saya juga masih memperbaiki keangkuhan-keangkuhan saya selama ini. Saya rindu
kawan-kawan saya.
Kepada
semua bacaan di dunia ini, rumahku, aku rindu.
KepadaMu,
cinta pertamaku, yang telah mengijinkan aku untuk mencintai aksara, aku teramat
sangat rindu.
0 komentar:
Posting Komentar