Momentum. Besaran fisika? Bukan. Momentum yang saya maksud
disini adalah lembaga pers mahasiswa fakultas teknik Universitas Diponegoro.
Lembaga yang baru berdiri sekitar 5 tahun yang lalu, dan baru diresmikan
menjadi biro sekitar 2 tahun yang lalu.
Bagi orang-orang, Momentum ini tak lebih dari sekedar
Lembaga Pers yang bernaung dibawah fakultas teknik, yang tugasnya memberikan
informasi seputar fakultas teknik. Tapi buat saya, Momentum jauh lebih dari
itu.
Saya bergabung di Momentum pada Maret 2013. Saat itu
Momentum baru berdiri sekitar 2 tahun. Belum menjadi biro, masih merupakan
sebuah proker dari departemen NIC BEM FT. Saat itu saya terpilih menjadi salah
seorang dari 9 reporter angkatan baru.
Dulu angkatan saya diketuai oleh mas Arena Bayu, dengan pimpinan
redaksi mas Nuardi, Redaktur pelaksana mas Wahyu, dan Pimpinan perusahaan Mas
Jati, dan Mas Mail, editor jahat (Editor paling tega merubah2 bahasa di
artikel, jadi suka bikin ngerasa kalau tulisan kita not good enough-- wakakak).
Mereka yang paling mempengaruhi saya dalam berpikir kritis, kadang cenderung ke
sarkas, haha. Tapi mereka hebat, karena mereka, saya benar-benar merasakan
bagaimana rasanya organisasi rasa keluarga. Kami, sering sekali kumpul diluar
jam rapat. Masak bersama, jalan-jalan, nonton drama korea (Mas Jati only), dan
berdiskusi ala-ala.
Dari Momentum ini, saya akhirnya mengenal Ririn, Jasman,
Naula, Nisa, Vina, Audy, Maul orang-orang yang seangkatan Momentum dengan saya.
Jasman awalnya ilang-ilangan, Nisa--karena beda departemen, dulu saya kira ia
senior, Naula--reporter paling berisik, dan Ririn--partner liputan paling
juara, Audy--layouter paling unyu.
Dulu, saya dan Ririn sering sekali dijodohkan dalam hal
meliput (kenapa bahasanya jadi dijodohkan sih -_-). Dan tugas pertama liputan
saya adalah meliput sebuah acara (yang saya lupa acara apa) di Aula Teknik
Sipil. Nervous! Saya harus mewawancarai ketua acara, peserta dan pembicara
sekaligus. Bagi saya saat itu yang baru beberapa bulan dilantik, itu bukan hal
yang gampang.
Lalu, saya pernah tiba-tiba di SMS Mas Wahyu untuk ngeliput
pertandingan futsal. Pertandingan futsal, dimana saya saat itu bahkan nggak tahu sama sekali tentang bola,
aturannya, nama-nama semacam offside dll, dan saya mau tidak mau harus belajar
dulu sebelum meliput. Untung saat itu ada Ririn yang sedikit banyak tahu
tentang bola. Paling tidak saya tidak terlihat bego-bego amat saat mewawancarai
narasumber.
Pernah juga saya liputan tentang air terjun tembalang yang
terletak di daerah Bulusan. Bahkan selama 4 tahun di Semarang, saya yakin masih
banyak yang belum tahu tentang air terjun ini. Lalu saya dan Ririn (lagi) pernah
juga mendapat tugas istimewa meliput debat calon Gubernur Jateng yang saat itu
dilaksanakan di gedung Prof.Sudharto. Sepertinya saya dan Ririn adalah reporter
ter-amatir yang mendapat rejeki nomplok untuk meliput acara sebesar itu.
Dari semua liputan, liputan yang paling berkesan jelas saat
meliput acara BEM FT, saat itu proker pengmas di daerah Sigarpencah (bener gak
tulisannya?), BEM mengadakan acara Pengmas berupa kerjasama antara pemerintah
desa dan Undip untuk membangun saluran air bersih. Mungkin banyak yang tidak
menyangka, di Semarang masih ada desa yang sangat terpencil dan kesulitan air
bersih. Saya dan Ririn kesana naik motor nyaris berkali-kali jatuh karena
jalanan yang masih berupa tanah dan becek. Belum lagi akses listrik msih
terbatas. Masih ada beberapa RT yang belum memiliki aliran listrik sendiri.
Banyak sekali suka-duka menjadi reporter, di PHP narasumber,
jam karet acara, belum lagi kalau mendapat jatah narasumber yang super sibuk,
atau-- mendapat jatah artikel yang sedikit menyinggung birokrasi,, wah.. sudah
dipastikan, dekan saja mungkin akan ogah-ogahan menjawabnya. *hehe.
Jadi reporter itu, sudah kebal di PHP. Tapi reporter yang baik tak akan menyerah begitu
saja dong ya! HAHA. Dari mulai menuruti 'permintaan' narasumber untuk
menghapus beberapa bagian dari jawabannya di artikel yang akan ditulis, cari
narasumber lain yang kompetensinya sama dengan narasumber utama, atau bertindak
professional dalam merahasiakan narasumber sesuai permintaan. Bahkan mungkin
ada beberapa artikel yang narasumbernya hanya diketahui oleh si reporter yang
mewawancarai, reporter lain (yang sama-sama dari Momentum) tetap tidak tahu.
Kode etik jurnalistik! Wkwk.
Momentum termasuk anak baru yang berani mati. Kami pernah
mengangkat isu parkiran GKB yang masih berbayar, isu kaderisasi yang panas, isu
UKT dan posisi UNDIP, isu GKB yang sudah renta, sampai ke isu peng-anaktiri-an
D3 saat itu. Jasman bahkan pernah berkali-kali revisi layout poster tentang
kaderisasi demi melindungi status mahasiswanya yang saat itu masih seumur jagung,
hahah!
Enaknya, sebagai reporter, kami sering bisa masuk konser
gratis! Tinggal tunjukkin aja kartu pers,
"Mau ngeliput mbak/mas, dari persma,", Lalu
tiba-tiba kami sudah asyik menonton konser, bonus wawancara bintang tamu dan ketua
panitia. Untung-untung dapet jatah wawancara panitia yang cakep sikit. Mulai dari Archquake, Steril, Infest, MechStok
sampai ke acara konser atau lomba-lomba PSMT dan PSM Undip. HAHAHA. Jangan
salah sangka dulu, kita memang benar-benar meliput acara tersebut kok J
Lucu kali ya, kalau
cinlok sama narasumber~~
LHO KOK JADI BAHAS REPORTER :")
Iya, soalnya tahun pertama saya di Momentum ya jadi
reporter. Part 1 ini memang khusus untuk cerita suka-duka saya di tahun pertama
menjadi reporter.
Bonus foto-foto jaman doeloe~~~
wkwkw... memang jodoh sama ririn ya.
BalasHapus